
Berdesa.com – Salahsatu kekuatan UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah asas Rekognisi dan subsidiaritas yang dimiliki desa sejak UU ini diberlakukan melalui salahsatunya BUMDes. Dua kekuatan itu membuat desa memiliki kekuatan untuk mengatur dirinya sendiri berdasar aset dan potensi yang dimilikinya. Tetapi sebenarnya, apa yang dimaksud Rekognisi dan Subsidiaritas?
Rekognisi adalah desa berhak untuk memanfaatkan, mendukung dan memperkuat usaha ekonomi desa yang sudah ada dan tidak lagi dilandasi oleh tindakan intervensi dari paradesa atau struktur di atas desa seperti yang bertahun-tahun terjadi pada desa-desa di seluruh nusantara. Bukan rahasia lagi, sebelum aspirasi yangkemudian melahirkan UU Desa lahir, desa-desa di seluruh negeri ini tidak memiliki kekuatan mengatur diri sendiri, hampir semua kebijakan dan arah pembangunan desa diatur oleh struktur di atas desa seperti kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan pemerintahan pusat.
Kini desa sudah memiliki wewenang untuk mengurus potensi dan asetnya sendiri untuk mencapai kesejahteraannya. Upaya ini diwadahi kemudian dengan Badan Usaha Milik Desa yang kini wajib berdiri di seluruh desa. Pengakuan atas asas ini sangat fundamental bagi perubahan situasi sosial di desa karena bisa menciptakan pengaruh yang besar bagi peningkatan kesejahteraan desa itu. Soalnya rkognisi kemudian disertai dengan kekuatan alokasi dana untuk desa dari APBN dan APBD untuk pendirian, penetapan, pengurusan dan pengelolaan BUMDes.
Sedangkan yang dimaksud dengan Subsidiaritas adalah adanya penetapan kewenangan lokal berskala desa melalui Peratutan Bupati/Walikota maupun Peraturan Desa tentang Kewenangan Lokal Berskala Desa dengan memasukkan pendirian, penetapan, pengurusan dan pengelolaan BUMDes di dalamnya. Subsidiaritas ini harus lahir melalui wewenang pemerintah desa, BPD dan masyarakat Desa melalui Musyawarah desa dalam mengembangkan prakarsa untk pendirian, penetaoan, pengurusan dan pengelolaan BUMDes.
Bak kesatria yang baru lahir, dengan dua kekuatan ini sekarang desa memiliki kewenangan penuh mengelola aset dan potensinya dengan kekuatannya sendiri untuk menciptakan kesejahteraan bagi warga desanya melalui salahsatunya BUMDes. Keputusan tertinggi berada di tangan seluruh warga yang termaktub dalam Musayawarah Desa. Desa sudah tidak bisa lagi diintervensi oleh struktur di atasnya seperti yang bertahun-tahun terjadi.
Tapi bersenjata lengkap tak berarti semuanya lantas bakal lebih mudah. Dua asas ini memiliki konsekuensi yang tak gampang bagi desa untuk menjalankannya. Soalnya, selama ini perangkat desa lebih banyak bekerja pada urusan administrasi dan tangan paling bawah kebijakan pusat, sedangkan sekarang harus mampu merumuskan sendiri apa yang ingin dicapainya.
Didukung dana desa yang jumlahnya tak bisa dibilang sedikit, perangkat desa harus mampu merumuskan kekuatan lembaga bernama BUMDes melalui serangkaian proses kesepakatan sosial yang sudah di atur dalam UU Desa. Bukan hanya serius tetapi desa butuh peran serta berbagai lapisan masyarakat secara aktif dan partisipatif dalam proses ini.
Jangan salah pula, memiliki wewenang mengatur diri sendiri termasuk dalam hal membelanjakan dana desa yang jumlahnya cukup besar juga bisa menjadi simalakama. Soalnya, jika salah langkah mengurus dana bukan tidak mungkin kepala desa bakal berpindah ruangan ke penjara. Padahal, banyak pula kepala desa yang jangankan membaca potensi dan menjadikannya sumber pendapatan lewat BUMDesa, bahkan memahami tugas-tugasnya sebagai kepala desa saja masih banyak yang belum purna. Tapi itulah tantangan bagi perangkat desa.
Tapi terlepas dari resiko itu, asas rekognisi dan subsidiaritas adalah dua senjata pamungkas yang sangat kuat untuk mendorong desa bergerak lebih cepat membangun kesejahteraan. Maka ini harus disambut dengan upaya sangat serius, jangan sampai arah berubah lagi ke jaman dahulu kala. Inilah saatnya ‘Desa Membangun’. (aryadji/berdesa)
Banyak pengambil kebijakan yg tak paham dengan filosofi pengaturan desa dalam UU nomor 6 th 2014 ini, sehingga masih banyak kebijakan yg mengintervensi desa bukannya memberdayakan desa