
Diduga ada tiga jalan tol yang tidak memperhatikan atau melakukan analisis Dampak Lingkungan atau AMDAL sosial budaya pada saat pra pekerjaan proyek jalan tol di Jawa Timur ini, jalan-jalan tol tersebut diduga melintas diatas desa kuno Kerajaan Majapahit. Jalan tol yang pertama yaitu jalan tol Trans Jawa Jakarta-Surabaya, tepatnya pada rentang Solo hingga Mojokerto, Desa Sido Rejo Kabupaten Madiun. Diduga jalan tol tersebut dibangun diatas situs Mangiran yang dipercaya merupakan salah satu peninggalan kerajaan Majapahit, sebagai buktinya, pihak dari Badan Peninggalan Cagar Budaya (BPCB) menemukan struktur bata dan juga kolam kecil di area tersebut.
Atas temuan ini, pihak BPCB melakukan eskavasi. Jalan tol lainnya yang juga melintas diatas Desa Kuno ini adalah jalan tol Gempol-Pandaan, diduga jalan tol tersebut melintas diatas situs pemandian kuno yang juga dikenal dengan nama situs Beji yang terletak di Desa Gunung Gangsir, Pasuruan. Di daerah tersebut juga pihak BPCB melakukan eskavasi. Jadi untuk wilayah Jawa Timur sendiri total sudah ada temuan dua jalur tol yang melintas di desa kuno tersebut.
Yang terbaru, adalah temuan Situs Sekaran yang terletak kilometer 37 atau berada di seksi lima proyek tol Malang-Pandaan, tepatnya di Desa Sekarpuro, Malang. Sebagaimana disampaikan oleh Arkeolog dari Universitas Negeri Malang, Bapak Dwi Cahyono, beliau merasa yakin bahwa jalan tol Malang-Pandaan ini melintas diatas desa kuno bekas Kerajaan Majapahit. Salah satu buktinya adalah penemuan prasasti Pamintihan di daerah Tegaron, Kota Malang. Penemuan lainnya seperti benda-benda kuno pun ditemukan di beberapa titik lokasi di dekat situs Pamintihan tersebut, seperti koin emas, koin mata uang, guci, hingga cermin dan tempat perhiasan.
Berdasarkan informasi pada situs Pamintihan, wilayah sepanjang daerah Lawang hingga Malang timur atau Buring, dahulu merupakan sebuah pusat peradaban di jaman kerajaan Majapahit. Adapun informasi yang terdapat pada kitab Pararathon, sebuah dusun bernama Sekarpuro yang berada di wilayah Madyupuro, merupakah sebuah daerah yang berada dibawah Nagari Kabalon dimana seorang putri bernama Kusumawardani merupakan pimpinan di daerah tersebut.
Kusmawardani sendiri merupakan putri dari Hayam Wuruk, seorang raja Majapahit yang paling sukses dalam sejarah kerajaan tersebut. Bapak Dwi Cahyono juga mengatakan bahwa, dulu ada sebuah wilayah yang dinamakan Watak Tugaran yang saat ini sudah menjadi Desa Tegaron yang menjadi tempat ditemukannya Prasasti Pamitihan. Lalu disebelah timur lokasi penemuan prasasti ini atau sebrang timur kali Amprong, juga terdapat desa Kabalon yang mana diperintah oleh putri Kusumawardhani.
Berdasarkan penelitian terhadap konstruksi batu bata yang ditemukan di sekitar lokasi, konstruksi tersebut merupakan bangunan bersejarah di masa keeemasan kerajaan Majapahit, yaitu sekitar abad 10 atau 15, atau diperkirakan sudah berusia 400 sampai 900 tahun yang lalu. Arkeolog dari Universitas Negeri Malang ini juga berharap pihak dari Badan Peninggalan Cagar Budaya atau BPCB wilayah Jawa Timur dapat segera melakukan penelitian hingga eskavasi sebagaimana yang sudah dilakukan pada dua situs lainnya di Jawa Timur, tujuannya agar situs ini bisa segera di selamatkan.
Walaupaun bukan berbentuk candi ataupun tempat suci, namun penyelamatan perlu dilakukan karena ini tetap merupakan situs yang tidak ternilai. Beliau juga mengharapkan agar ada alternatif terkait pembangunan jalan tol agar tidak merusak situs tersebut, misalkan dengan memindahkan situs tersebut ke tempat yang lebih aman.