
BERDESA.COM – Dana desa yang turun ke desa tak lagi hanya digunakan untuk pembangunan fisik seperti yang selama ini menjadi ‘madzab pembangunan’ melainkan juga harus dimanfaatkan untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat melalui program pemberdayaan. Masalahnya, konsepsi pemberdayaan masih terbilang asing bagi perangkat desa. Bagaimana desa menyikapinya?
Bisa dikatakan, pembangunan fisik masih merajai pemikiran para kepala desa sampai saat ini. Pola ini terjadi karena selama ini memang itulah yang berjalan di desa. Porsi pemberdayaan masyarakat hanya mendapat bagian yang sangat sedikit. Akibatnya, pembangunan fisik pula yang selalu menjadi program utama desa. Alasan lain, bagi seorang kepala desa, bangunan fisik bakal mudah dijadikan bukti si kepala desa sudah menjalankan pembangunan bagi warga desa.
Masalah lainnya, pemberdayaan masyarakat mengandung tantangan pemikiran yang jauh lebih kompleks dibanding membangun jalan atau jembatan. Program pemberdayaan juga sangat rentan konflik karena tidak bisa berlaku untuk semua warga. Pemberdayaan ekonomi berupa pelatihan menjahit dan pemberian alat jahit misalnya, tak mungkin semua warga mendapatkan fasilitas ini. Berbeda dengan jembatan yang bisa dilewati semua orang.
Pemberdayaan juga mensyaratkan kedalaman pengetahuan mengenai kondisi dan potensi masyarakat. Bukan rahasia lagi, selama ini seringkali pemberdayaan masyarakat berakhir hanya sebatas kegiatan semata. Misalnya, pelatihan menyablon bagi anak-anak muda. Pelatihan menyablon selesai, acara selesai. Lalu kemana kaus yang disablon nanti mau dijual? Dengan strategi apa menjual kemampuan menyablon itu?
Itu dulu, kini jaman sudah berubah. Pemerintah desa harus berubah dan semakin bervisi. Tak bisa lagi menghabiskan dana desa hanya untuk membangun fisik. Melainkan harus pula memompa kesejahteraan masyarakat sesuai aset dan potensi yang ada. Salahsatunya melalui Badan Usaha Milik Desa yang saat ini sedang gencar didorong pemerintah di seluruh desa se-Indonesia. Lalu, apa saja program pemberdayaan yang harus di genjot desa?
Prioritas dana desa yang ditetapkan Kementerian Desa PDTT adalah peningatan investasi ekonomi, dukungan peningkatan ekonomi dari BUMDesa, peningkatan ketahanan pangan, bantuan hukum masyarakat desa, promosi kesehatan masyarakat, kegiatan pengelolaan hutan/pantai/desa dan edukasi pelestarian lingkungan hidup.
Pada program pembangunan, Kementerian Desa menetapkan infrastruktur, kesehatan masyarakat, pendidikan, sosial dan Kebudayaan, produksi dan distribusi, energi terbarukan. Dari deretan prioritas ini jelas perangkat desa kini harus jauh lebih serius berpikir mengenai visi pemberdayaan.
Tidak tanggung-tanggung, tak hanya mendorong melalui jargon, pemerintah juga menggelontorkan dana ke desa. Desa memiliki wewenang sepenuhnya untuk menentukan peruntukan dana itu. Justru di sini tantangannya, karena pemanfaatan dana desa jelas tak bisa sembarangan. Sistem pengawasan juga terus dibangun pemerintah pada proses desa menggunakan dana-nya. Bukan main-main, sudah puluhan kepala desa menghadapi meja hijau soal penggunaan dana ini. Bagaimana dengan desa Anda?(aryadjihs/berdesa)
Bisa digunakan untuk membuat kerajinan tangan atau lainnya seperti dengan memiliki keahlian menyablon kaos, bisa dibantu oleh BUMDes untuk memasarkan produk kaos – kaos tersebut dengan begitu bisa juga meningkatkan ekonomi rakyat.